Problematika Pergerakan Mahasiswa

Mahasiswa sebagai kaum intelektual merupakan sumber daya yang sangat luar biasa, karena dalam pergerakannya mahasiswa selalu memikirkan akan perbaikan dan perubahan. Mahasiswa dalam hal ini sebagai “agen perubahan” dalam segala sendi peradaban, yang memang dididik dan dilatih untuk memecahkan segala masalah sekaligus dalam membentuk karakter yang akan membimbing dan mengawal kebijakan – kebijakan yang dikeluarkan oleh kampus maupun pemerintah.
Gerakan mahasiswa harus mampu menampilkan diri sebagai kaum intelektual yang cerdas, banyak bermain pada wilayah kritik yang tidak akan kering dengan solusi, mampu melihat dengan jeli apa sebenarnya akar permasalahan yang terdapat di negeri Indonesia, sehingga solusi yang di tawarkan oleh mereka tidak hanya dari sebuah upaya yang mempercantik barang rongsokan, melainkan solusi yang dapat menyelesaikan permasalahan dengan tuntas.
Pergerakan mahasiswa seharusnya memposisikan dirinya sebagai kaum oposisi, karena dalam geraknya mahasiswa menginginkan adanya perbaikan dan perubahan dalam setiap kebijakan – kebijakan yang dikeluarkan oleh kampus maupun pemerintah. Perlawan pemuda melalui mahasiswa sebagai motornya sejak dulu hingga saat ini identik dengan tindakan yang radikal dan anarkis.
Pembunuhan karakter mahasiswa yang militan sejak runtuhnya rezim orde baru terus dilakukan oleh pemerintah. Perlahan dan pasti militansi mahasiswa hingga saat ini terus merosot, kebijakan pemerintah melalui birokrasi kampus dibanyak perguruan tinggi yang melarang pengkaderan adalah contohnya. Kemudian kebijakan pemerintah saat ini yaitu “kuliah maksimal 5 tahun”, dengan demikian jelas tiap mahasiswa baru akan apatis dengan organisasi dan fokus diruang kuliah. Mahasiswa versi reformasi dibentuk untuk menjadi pekerja bukan pemimpin. Belajar dan mengabaikan peranan lainnya yaitu sikap humanis.
Selain tekanan dari birokrasi kampus, media juga berperan dalam mematikan perjuangan mahasiswa. Berita-berita yang anarkisme mahasiswa ketika demonstrasi dibungkus dengan bahasa-bahasa yang berlebihan yang kemudian akan membentuk stigma negatif di masyarakat luas sehingga masyarakat pun tidak empati dengan mereka. Mahasiswa yang tidak aktif diorganisasi biasanya akan apatis dan membeci rekan mereka yang aktif menyuarakan suara rakyat. Mereka menjelek-jelekan rekan mereka sendiri, bullying di media sosial.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.